Rincian dari ragam hewan berikut pupuh dan bait yang menyebutkan mereka dalam Nagarakretagama adalah sebagai berikut:
1. sawung ayam petarung/Gallus domesticus) pupuh 17 bait 4 (17.4) 2. gaja 18.5, 51.4, 59.2, 59.7, dan 83.1 3. aśwa, kuda, turagā 18.5, 50.1, 51.4, 54.3, 59.2, 59.7, dan 83.1 4. sapi (sapi Jawa/Bos javanicus) 24.2 dan 28.2 5. bawi, beñjit 28.2 dan 60.2 6. méșa 28.2 dan 89.5 7. ayam, hayam, pitik (ayam kampung/Gallus domesticus) 28.2 dan 60.2 8. kebo, lulāya, sērabhā, bhoșțra, mahișa pupuh 28.2, 50,5, 51.3, 59.2, 59.7, dan 89.5 9. asu, kirik, śwana pupuh 28.2, 52.4, 60.2, dan 89.5 10. ayam alas (ayam roga atau ayam hutan/Gallus varius) pupuh 34.1 11. syung burung tiung atau burung beo/Gracula venerata)pupuh 34.1 12. wanara, plawaga pupuh 50.2 dan 50.5 13. pakși, wihagā pupuh 50.2 dan 89.5 14. senggah, sĕńgah, mṛga, mañjangan pupuh 50.4, 50.5, 53.1, dan 89.5 15, gawayā pupuh 50.5, 51.3, 53.2 dan 59.2 16. goh, wreșabha, wṛsabha, sapyā (lembu asal India /Bos taurus Indicus) pupuh 50.5, 51.3, dan 54.1 17. wök, warāha, sūkara celeng/Sus scrofa)pupuh 50.5, 52.2, 54.2, dan 89.5 18. salya landak/Hystrix javanica)pupuh 50.5 19. cihna menurut Slamet Muljana, atau kancil/Tragulus javanicus menurut I Ketut Riana, atau kijang/Muntiacus muntjak menurut Damaika Saktiani dkk,)pupuh 50.5, 51.2, dan 54.2, 20. godhēya pupuh 50.5 21. widhāla, wiḑāla kucing/Felis paleojavanica)pupuh 50.5 22. gaņḑakā pupuh 50.5 23. mregēndrā, tarakșā pupuh 50.6, 51.3, 51.4, dan 53.5 24. siwā, śregālo, śṛigala, śṛgāla erigala/Cuon alpinus)pupuh 50.6, 51.2, dan 90.2 25. hayuyu (kepiting air tawar/Gecarcinucoidea) pupuh 51.1 26. hariṇa, kṛșņa pupuh 51.2, 53.1, dan 54.3 27. garddha, kara pupuh 59.7, 89.5,dan 90.2 28. sangka atau keong pupuh 59.7 29. itik (entog/Cairina moschata)pupuh 60.2 30. lembora(ikan lembora/Actinopterygii) pupuh 65.5 31. madhupa, maḑupā (tawon madu/Apis trigona) pupuh 89.5 32. mīṇa, sangkya (ikan/Chordata) pupuh 89.5 33. aņdha bebek/Anas platyrhyncos)pupuh 89.5 34. krimi pupuh 89.5 dan 90.2 35. mūșika pupuh 89.5 dan 90.2 36 maņdhūka pupuh 90.2 37. mrak merak/Pavo muticus)pupuh 91.3 Tenaga dan Pangan Dari 37 hewan yang disebutkan dalam Nagarakretagama, ayam paling sering muncul, yakni sebagai hidangan makanan tercantum dalam pupuh 28 bait 2, juga diadu dalam sabung ayam disebut dalam pupuh 17 bait 4. Kerabatnya yang masih liar dan hidup di hutan lebat, yakni ayam alas, disebutkan berkokok seperti menjerit-jerit berduet dengan beo yang berkicau seperti keluh-kesah. Hal ini diceritakan di pupuh 34 bait 1, yang menggambarkan suasana hutan di sekeliling asrama pendeta di Sagara, bagian wilayah Keta. Gajah dan kuda pada pupuh 83 bait 1 adalah dua hewan yang menjadi kendaraan rombongan maharaja. Ada juga kerbau dan banteng menurut pupuh 59 bait 2. Banteng menurut Prapanca, lebih merupakan sapi besar liar Jawa yang kini disebut sebagai sapi banteng. Dalam rombongan maharaja, kerbau dan sapi banteng difungsikan sebagai penarik pedati. Kemudian, merujuk pupuh 54 bait 1 dan pupuh 59 bait 7, ada dua hewan lagi sebagai penarik dan tenaga angkut dalam rombongan maharaja, yakni keledai dan lembu atau sapi berpunuk asal India. Pupuh 28 bait 2 menunjukkan aneka hewan selain ayam yang menjadi sumber pangan hewani masyarakat Majapahit. Ada babi, kambing, kerbau, sapi, anjing. Kemudian pupuh 60 bait 2, menyebut juga anak anjing, anak babi, juga itik atau entog. Keong besar disebutkan dalam pupuh 59 bait 7. Namun, lebih merujuk kepada cangkang yang dijadikan alat musik sangkakala atau seperti terompet. Alat musik ini dibunyikan sebagai tanda rombongan maharaja lewat. Fabel tentang Perburuan Ada pupuh 50-55 Nagarakretagama berisi fabel atau dongeng hewan secara berurutan. Kisah diawali dari maharaja yang berangkat berburu bersama pengiring kereta dan kuda ke hutan Nandaka yang berbahaya. Setelah hutan terkepung, kera menjerit dan burung beterbangan karena ketakutan. Setelah sekeliling hutan dibakar, beberapa hewan antara lain celeng, kerbau, kelinci, biawak, kucing, badak, kijang, banteng, landak, dan kancil berlarian menuju tengah hutan. Mereka bersidang. Harimau menjadi pemimpin sidang dan serigala menjadi penegaknya. Serigala bertanya kepada para hewan yang hadir tentang cara yang mereka pilih dalam menanggapi perburuan oleh maharaja, yaitu antara menanti mati di tempat, lari, atau serempak melawan jikalau diserang. Kijang mewakili rusa dan kelinci memilih lari menyelamatkan diri sebisa mereka. Serigala mewakili banteng, kerbau, dan lembu, menilai bahwa tindakan lari bukanlah sifat perwira, lebih memilih melawan sekuat tenaga dengan harapan menang. Mendengar itu, harimau kemudian mengatakan bahwa ujaran keduanya pantas dirunut, tetapi harus paham yang dihadapi baik atau buruk. Jika penjahat, jelas kita lari atau melawan karena sia-sia jika terbunuh olehnya. Namun jika menghadapi maharaja yang berburu, tunggu mati saja karena ia berkuasa mengakhiri hidup semua makhluk. Menurut harimau, maharaja adalah titisan Bhatara Siwa, maka hilang segala dosa makhluk yang dibunuh olehnya. “Pada Sang Tri Paksa Resi Siwa Budha aku takut, maka jika berjumpa raja jelas aku akan menyerahkan nyawaku, supaya kelak tak akan lahir kembali sebagai binatang”, demikian kata harimau. Harimau kemudian mengkomando seluruh hewan untuk berkumpul dan maju serempak menyerang. Para prajurit maharaja ada yang tertanduk dan lari. Celeng berjuang mati-matian agar anaknya tidak dibinasakan oleh prajurit berkuda. Anjing mengamuk, tapi ditebas hingga mati oleh anggota rombongan berburu. Kijang dan rusa tertusuk tombak dan mati. Bala bantuan raja lari tunggang langgang karena berhadapan dengan banteng dan binatang galak lainnya. Badak mundur karena luncuran aneka senjata. Ada pula para pendeta Siwa-Buda yang lari diburu dan disengau harimau karena lupa menegakkan dharma. Semua terjadi sebelum raja menyusur hutan untuk mengejar buruan dengan menunggang kuda. Diiringi mantri tanda dan bujangga, maharaja memburu hewan-hewan yang ketakutan. Setelah perburuan berhasil, gembiralah sang maharaja bersantap sambil menceritakan caranya berburu. Beliau tak berdosa terhadap dharma ahimsa. Santapan Maharaja Pupuh 89 bait 5 menyebutkan bahwa menu yang dihidangkan pada maharaja mengikuti kebiasaan zaman dulu (loka purana). Berupa hidangan daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu tawon, ikan seperti ikan lembora, telur, dan domba. Sementara anjing, cacing, tikus, keledai, dan katak pantang dimakan. Jika dilanggar akibatnya dihina musuh dan umur pendek. Meski demikian, pupuh 90 bait 1 menegaskan bahwa menu tersebut dapat saja dihidangkan kepada para penggemarnya. Hal ini perlu dimaklumi pula karena watak berbagai orang berbeda di setiap desa. Mengingat hal itu, pupuh 28 bait 2, para menteri umumnya memberikan persembahan kepada raja berupa sapi, babi, kambing, kerbau, ayam, dan anjing. [RESTU A RAHAYUNINGSIH (Peneliti Museum Ullen Sentalu)]
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
January 2025
Categories |