Selama Ramadhan dan Lebaran, sirup yang disajikan dingin sebagai es yang simpel ataupun sebagai bagian dari minuman dengan beraneka isian memanglah jadi andalan dan buruan. Itu mulai dari pembasah kerongkongan dahaga pada waktu berbuka puasa, turut menjadi salah satu barang yang memeriahkan parsel aliah hampers, dan tentu saja bagi tamu yang datang bersilaturahmi tatkala Idul Fitri.
Sirup yang hadir dalam beraneka versi minuman yang kita kenal hingga hari ini bermuasal dari geliat kuliner pada masa Kolonial Belanda. Fadly Rahman dalam Rijsttaafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942 (2011) menyebutkan pada 1931, Restoran de Byenkorf di Rotterdam, Belanda mengiklankan layanan jamuan Indische rijsttafel berikut daftar menu hidangannya. Bersama dengan bakmi, nasi goreng, enting-enting kacang, ada pula sirup turut menjadi yang ditawarkan. Dibanderolnya dengan harga f1,5 untuk sebotol dan f 0,75 untuk setengah botol. Kebiasaan minum sirup dikenal di Indonesia sedikit banyaknya juga bertalian dengan dikenalnya. Menurut Denys Lombard, awal mula es hadir di Indonesia atau ketika itu Hindia Belanda ialah pada medio abad XIX, dibawa oleh kapal-kapal dari Amerika Utara. Bicara tentang merek-merek sirup yang kini populer di masyarakat Indonesia. ABC dan Marjan rasanya adalah dua raksasanya. Namun di sejumlah kota sejatinya ada merek-merek sirup lokal yang tetap mampu eksis selama puluhan tahun, berikut adalah daftar singkatnya: 1. Sirup T.B.H. dari Yogyakarta Sirup ini diberi nama TBH sesuai dengan pendirinya yang bernama Thomas Budi Hartana. Berdiri pada tahun 1948 menjadikan merek ini yang tertua di Yogyakarta dan menjadi andalan bagi warga Jogja dan sekitarnya. Anisa Kurnia Sari dalam Sirup Lokal Berkualitas Internasional (2015), Pada awalnya Sirup T.B.H. memiliki tiga hingga lima rasa saja, namun pada saat ini Sirup T.B.H. memproduksi berbagai rasa seperti frambozen, leci, rose, anggur, jeruk, cocopandan, blewah, stroberi, kopi moka, vanili, nanas, fruit frunch, fruit frunch blue, blueberry, melon, dan rose blue. Pemasaran dari sirup TBH cenderung sebatas di Jogja dan sekitarnya. Meski begitu, sirup ini bisa saja dijadikan oleh-oleh. Bisa digolongkan sebagai salah satu pilihan buah tangan dari Jogja di samping gudeg dan bakpia yang sudah populer sejak lama. Banderol sebotol sirup ini pada akhir 2022 ada di kisaran Rp26.000 untuk ukuran 630ml, lalu untuk ukuran 150ml seharga Rp10.000. 2. Sirup Tjampolay dari Cirebon Sirup ini adalah sirup kebanggan warga Kota Udang, Cirebon. Sirup Tjampolay sudah ada sejah 1936 dan tetap eksis hingga saat ini. Populer juga sampai berbagai kota lain. Secara harga, sirup Tjampolay bahkan terbilang lebih tinggi ketimbang sendiri umumnya sirup lain di pasaran Indonesia, yakni sekitar Rp35.000 – Rp45.000. Saat ini, Tjampolay setidaknya memiliki 9 rasa, yaitu rasa rossen, asam jeruk, nanas, pisang susu, melon, leci, mangga gedong, jeruk nipis, hingga kopi moka. Dari berbagai rasa tadi, pisang susu dan mangga gedong terbilang sebagai dua rasa yang paling identik mewakili citra Tjampolay. 3. Sirup Kawista Dewa Burung asli Rembang Rembang adalah daerah di Pesisir Utara Jawa yang ditumbuhi buah unik, yaitu buah kawis. Dalam nama latin, buah tersebut bernama ilmiah Limonia acidissima synferonia. Buah kawis ini dapat diolah menjadi sirup bercita rasa manis-sepet-segar dan dapat dibandingkan dengan rasa kola. Karena itu sirup kawis acap pula dijuluki sebagai The Java Cola atau Cola van Java, minuman kola dari Jawa. Kemendikbud.go.id dalam Sirup Kawista (2013) menyebutkan bahwa Dewa Burung adalah merek sirup kawis pertama dan paling terkenal di Rembang. Usaha keluarga ini berproduksi sejak 1925 dengan pendiri Njoo Thiam Kiem. Per 2023 ini, banderol Sirup Kawista Dewa Burung adalah Rp81.000 dengan kemasan twinpack (2 x 575 ml) serta sekitar Rp 59.000 untuk ukuran botol besar 620 ml. 4.Sirup Sarangsari dari Jakarta Bergeser ke Megapolitan Jakarta, ada sirup bermerek Sarangsari yang sudah eksis sejak tahun 1934. Pendirinya adalah De Wed Biljsma, seorang pengusaha Belanda. Boni Pariwondo dalam 79 Tahun Kiprah Sirup Sarang Sari (2013) menyebutkan perusahaan milik Biljsma bernama bernama NV Conservenbedrijf de Friesche Boerin yang memproduksi limonadestroop atau sirup. Pada 1959, ketika Soekarno menasionalisasikan semua perusahan asing Belanda, Conservenbedrijf de Friesche Boerin berubah menjadi PT Sarangsari setelah beralih kepemilikanya ke keluarga Gunawan. Namun, pada 1980 perusahaan ini menjual sebagian sahamnya kepada Rachmat Sumedi. Sirup Sarangsari hadir dalam sejumlah pilihan rasa: frambozen, vanili, manalagi dan pisang ambon. Banderol harga per botolnya ada kisaran Rp40.000 – Rp80.000. 5.Siropen Leo dari Malang Masih menggunakan nama berbahasa Belanda, Siropen Leo adalah sirup asli Kota Malang. Shinta Milenia dalam Siropen Leo, Inilah Sirup Legendaris Asli Kota Malang! (2022) menyebutkan bahwa sirup ini diproduksi sejak 1948 dengan Tjang Ing Tjhan selaku pendirinya, Siropen Leo kini dikelola oleh generasi ketiga bernama Indrawati (Shinta Milenia; 2022). Produksinya pada sekitar bulan Ramadhan mencapai sekitar 300 botol. Pada 2023 harga satu botol Siropen Leo berkisar Rp22.000. Varian rasa meliputi kelapa muda, leci, rosen, hingga frambozen. (Rahmat Fajar Hidayat/Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro/Magang di Museum Ullen Sentalu, April-Mei 2023)
1 Comment
anam tujuh delapan
3/5/2023 11:47:02 am
kelasssssss
Reply
Leave a Reply. |
Archives
October 2025
Categories |