36 Modal Awal
Merujuk hasil identifikasi Mien Ahmad Rifai, Nagarakretagama memuat tetumbuhan sebanyak 36 jenis. Mien menyeneraikannya dilengkapi keterangan taksonomi atau nama ilmiah. Senarai tersebut ada dalam karyanya yang diterbitkan Komunitas Bambu pada 2017, Desawarnana: Saduran Kakawin Nagarakertagama untuk Bacaan Remaja, halaman 89-90. Buku tersebut bermula dari inisiatif Mien untuk menciptakan versi saduran Nagarakretagama ke bahasa Indonesia yang nyaman dibaca untuk anaknya. Ia tulis bergaya prosa, tidak terlalu terikat kepada susunan pupuh, bait, dan larik seperti dalam Nagarakretagama yang berwujud kakawin sebagai salah satu bentuk syair kuno di Jawa. Hal tersebut dimaksudkan supaya pembaca muda lebih mudah memahami isi Nagarakretagama. Ikhtiar Mien ini pantas diapresiasi positif. Daftar 36 jenis tetumbuhan dalam Nagarakretagama rumusan Mien merupakan modal awal tulisan ini. Bahkan tulisan ini kemudian fokus kepada membandingkan dan mengecek ulang 36 jenis tetumbuhan yang disenaraikan Mien dengan isi tiga buku versi terjemahan Nagarakretagama lainnya, yaitu versi I Ketut Riana terbitan KOMPAS 2009, versi Damaika Saktiani dkk terbitan Narasi 2019, dan versi Slamet Muljana terbitan pertama Bharatara Karya Aksara1979, kemudian diterbitkan ulang beberapa kali oleh LKiS sejak 2006. Proses demikian memberi hasil identifikasi tetumbuhan dalam Nagarakretagama tidak sepenuhnya sama dengan daftar rumusan Mien. Ada tiga tetumbuhan dalam senarai buatan Mien tidak dimasukkan dalam daftar versi tim riset Museum Ullen Sentalu yaitu kelayar, pulutan, dan tapen. Hal ini karena tidak ditemukan dalam tiga versi terjemahan Nagarakretagama pembanding saduran karya Mien. Memerkaya Isi Senarai Penelisikan terhadap tiga buku versi terjemahan yang telah disebut di atas membawa senarai tetumbuhan dalam Nagarakretagama versi tim riset Museum Ullen Sentalu berisikan 59 tumbuhan. Hasil ini didapat dari riset berupa kata-kata yang menyelip pada toponim maupun nama tokoh dalam tuturan Nagarakretagama. Contoh nama tumbuhan dalam wujud toponim adalah jambe yang berarti “pinang” dalam versi penulisan Jambi selaku nama salah satu daerah di Sumatera. Lalu Sukun yang berarti “pohon sukun” dan merupakan nama kuno salah satu daerah di Nusa Tenggara Barat kini. Wandan berarti “pandan” dan merupakan nama kuno Pulau Banda saat ini. Kadhali/kadali berarti “pisang” dan menjadi bagian toponim Hutan Kadhali, yang diperkirakan sebagai nama kuno Pulau Buru kini. Kamboja berarti “kemboja/kamboja” sebagai nama negeri di Indochina yang merupakan salah satu tetangga Majapahit dan masih bahkan eksis hingga kini. Ada juga Tebu berarti “tebu” serta Poh yang berarti “mangga” yang merupakan nama desa dalam rute muhibah Maharaja Hayam Wuruk pada 1359. Beberapa contoh toponim yang dilewati adalah Patunjungan dan Pajarakan. Dua kata tersebut agak lebih kompleks. Dasar kata pada kata dengan awalan pa- serta akhiran –an yang mereka miliki ternyata menyimpan dua nama tumbuhan. Patunjungan, kata dasar ”tunjung”, salah satu jenis teratai. Pajarakan, kata dasar “jarak”, salah satu jenis tanaman perdu dengan biji-biji dapat diolah menjadi minyak. Contoh nama tumbuhan yang terkait nama tokoh adalah Tal, yaitu Dyah Lembu Tal. Tal juga menjadi nama lain pohon palem lontar, yang dedaunannya dapat diolah menjadi lembar-lembar bahan penulisan (seperti media kertas) yang kemudian disatukan menjadi keropak kitab. Sosok Dyah Lembu Tal dikenal sebagai ayah Dyah Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana, maharaja pertama pendiri Majapahit. Tim riset Museum Ullen Sentalu berusaha maksimal membuat senarai berupa variasi sinonim yang dilekatkan kepada masing-masing tumbuhan dalam Nagarakretagama, berikut keterangan pupuh lokasi dalam kitab Nagarakretagama. Rincian senarai tetumbuhan tersebut adalah sebagai berikut: Nama tumbuhan Nama latin Jawa kuna keterangan 1. asoka Jonesia asoca asoka pupuh 10 bait 3 2. aren/enau Arenga pinnata liraṅ hano Pupuh 59 bait 6 pupuh 90 bait 3 3. asam Tamarindus indica asěm kamal pupuh 60 bait 1 pupuh 67 bait 3 pupuh 68 bait 1 & 4 4. angsana Pterocarpus indica asana pupuh 95 bait 3 5. bambu Bambusinae buluh priṅ pupuh 32 bait 2 pupuh 34 bait 1 6 bambu kuning Bambusa vulgaris śara gadiṅ pupuh 37 bait 5 7 beringin Ficus benjamina brahmasthana pupuh 8 bait 1 8 bodi Ficus religiosa buddhi pupuh 8 bait 1 9 cemara Casuarina equisitifolia camara pupuh 37 bait 5 10 cempaka Michelia champaca campaka pupuh 11 bait 2 11 dadap Erythrina variegate dadap pupuh 19 bait 1 12 daluwang Broussonetia papyrifera daluang/jeluang pupuh 17 bait 10 13 galing Cayratia trifolia galiṅ pupuh 97 bait 3 14 gambir Uncaria guianensis kacu pupuh 60 bait 3 15 gebang Corypha utan gebang pupuh 31bait 1 16 gelagah Saccharum spontaneum galagah pupuh 22 bait 5 17 gelam Melaleuca leucadendra gelam pupuh 31 bait 1 18 hanjuang/lenjuang/ andong Cordyline fruticose andwaṅ pupuh 32 bait 5 19 ilalang Imperata cylindrata halalang pupuh 29 bait 3 20 jarak Ricinus communis jarak pupuh 32 bait 1 21 kapas Gossypium herbaceum kapas pupuh 60 bait 1 22 kayu mas Euodia latifolia kayu mas pupuh 32 bait 5 23 kayu puring Codiaeum variegatum kayu puriṅ pupuh 32 bait 5 24 kecubung Datura metel kacubuṅ pupuh 60 bait 3 25 kelapa Cocos nucifera nyu danta kalapa nyu tirisan pupuh 37 bait 5 pupuh 59 bait 6 pupuh 60 bait 1 pupuh 76 bait 2 pupuh 90 bait 3 26 kelapa gading Cocos nucifera nyu gadiṅ pupuh 9 bait 1 pupuh 32 bait 5 27 kemboja/kamboja Plumiera acuminatas kamboja Pupuh 15 bait 1 28 kesumba Carthamus tinctorius kasumba pupuh 60 bait 1 29 kunyit Curcuma domestica kunir pupuh 22 bait 4 30 lada Piper nigrum mirica pupuh 60 bait 1 31 lontar Borassus flabellifer tal pupuh 25 bait 1 pupuh 29 bait 3 pupuh 34 bait 1 pupuh 47 bait 1 32 lumut Bryophyta lumut pupuh 37 bait 4 33 maja Aegle marmelos wilwa pupuh 18 bait 4 34 mangga Mangifera indica poh Pupuh 20 bait 1 35 melati menur Jasminum sambac menur pupuh 32 bait 5 36 nagasari Mesua ferrea nagakusuma nagapuspa bhujagakusuma pupuh 37 bait 1 pupuh 57 bait 5 pupuh 66 bait 2 37 nila/indigo Indigofera suffruticosa nilakusuma pupuh 76 bait 1 38 oleander/ bunga jepun Nerium oleander karawira pupuh 32 bait 5 39 pakis air Ceratopteris thalictroides pakis pupuh 57 bait 6 40 pakis haji Cycas rumphii pakis haji pupuh 23 bait 1 41 pandan Pandanus amaryllifolius wandan pupuh 14 bait 5 42 pinang Arenga cathecu jambe/jambi pucang Pupuh 13 bait 1 pupuh 37 bait 5 43 pisang Musa paradisiaca kadali pupuh 14 bait 3 44 rajasa Elaeocarpus grandiflorus rajasa pupuh 66 bait 2 45 rumput/jukut Zoyzia matrella dukut pupuh 37 bait 4 pupuh 38 bait 2 46 rumput liar/ rumput jarum/ kalakanji Andropogon aciculatus sukĕt pupuh 37 bait 4 pupuh 53 bait 3 47 seroja Nelumbo nucifera késara paṅkaja padma pupuh 11 bait 2 pupuh 17 bait 10 pupuh 83 bait 1 48 sirih Piper betle sěrěh wwah pupuh 34 bait 1 pupuh 60 bait 1 49 siwalan Borassus sundaicus siwalan pupuh 90 bait 3 50 sukun Arocarpus incissus sukun pupuh 14 bait 3 51 syandana Desmodium oojeinense syandana pupuh 18 bait 3 52 tanjung Mimusops elengi tanjung bakularjja pupuh 8 bait 5 pupuh 11 bait 2 53 tebu Saccharum officinale tebu kilaṅ pupuh 17 bait 10 pupuh 90 bait 3 54 telang Clitoria ternatea tělaṅ pupuh 76 bait 4 55 tepus Achasma coccineum tepus pupuh 32 bait 4 56 teratai Nymphaea alba taraté pupuh 22 bait 1 57 tunjung Nymphaea nouchali tunjung kumuda Pupuh 31 bait 6 pupuh 83 bait 1 58 waru Hibiscus tilaeceus waru/wawaru pupuh 31 bait 1 59 wijen Sesamum indicum wijyan pupuh 60 bait 1 Pertanyaan tentang Padi Dari senarai di atas, tumbuhan padi (Oryza sativa) ternyata tidak tercantum. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Padahal, padi adalah tanaman penghasil beras, dikenal sebagai bahan pangan pokok di Pulau Jawa. Beras adalah komoditas penting perdagangan yang dihasilkan berbagai kekuasaan yang eksis di Jawa. Bahkan beras sering menjadi faktor penting kestabilan maupun kegoncangan kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Lalu mengapa Prapanca tak mencatat keberadaannya? Berkait dengan pertanyaan di atas, tim riset Museum Ullen Sentalu menarik kesimpulan bahwa tentang semesta Majapahit dan alam Jawa saat tulisan selesai pada 1365, Prapanca masih mencatat tentang lahan pembudidadayaan padi. Ada dua istilah dipakai Prapanca, yaitu sawah dan pagagan. Istilah sawah era Majapahit sama dengan makna dalam bahasa Indonesia serta beberapa bahasa daerah lain di Nusantara pada masa kini, yakni lahan yang digarap dan diairi memakai jaringan pengairan maupun tadah hujan, kemudian menjadi tempat pembudidayaan padi. Sedangkan istilah pagagan dari kata dasar gaga, yaitu ladang tempat budi daya padi gogo atau padi lahan kering. Dalam Nagarakretagama, sawah tercantum di pupuh 34 bait 3 serta pupuh 88 bait 3, sedangkan pagagan tercantum di pupuh 76 bait 4. Berpijak kepada uraian tiga alinea di atas, kami bersepakat bahwa padi adalah tumbuhan ke-60 melengkapi 59 yang telah mengisi senarai tetumbuhan yang disebutkan lebih eksplisit spesifik di antara 98 pupuh dalam narasi Nagarakretagama. [Yosef Kelik (Periset di Museum Ullen Sentalu)] Referensi Muljana, Slamet. (2011, Cetakan V). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Yogyakarta: LkiS Prapanca, Mpu. (2017). Desawarnana: Saduran Kakawin Nagarakertagama untuk Bacaan Remaja (Mien Ahmad Rifai, Penyadur). Depok: Komunitas Bambu. Prapanca, Mpu. (2019, Edisi Revisi HC). Kakawin Nagarakertagama (Damaika Saktiani dkk, Penerjemah). Yogyakarta: NARASI Riana, I Ketut. (2009, Cetakan III). Kakawin Dēśa Warņnana Uthawi Nāgara Kŗtāgama: Masa Keemasan Majapahit. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
October 2025
Categories |