Herald van der Linde bukanlah seorang sejarawan akademik. Profesi resmi dan utama selama hampir 30 tahun terakhir adalah bankir, analis ekuitas dan investasi, sesuai latar belakang pendidikannya, ilmu ekonomi. Namun, ia mampu membuktikan diri sebagai penulis piawai, termasuk dalam genre sejarah naratif populer.
Sebelum menghasilkan Majapahit, Herald telah pula menulis empat buku lain. Dua yang pertama adalah panduan minuman anggur: A Very Good Year: To Learn About Wine yang terbit pada 2012, dan Another Very Good Year To Learn About Wine terbit pada 2013. Pada 2020 Herald menerbitkan, Jakarta: History of a Misunderstood City, buku sejarah naratif yang mengulas kota terbesar di Indonesia menurut pandangannya, memperoleh rating 4,07 di goodreads. Selang setahun pada 2021, Herald menerbitkan buku tentang pasar saham Asia, yakni Asia’s Stock Market from the Ground Up yang mendulang rating 4,38 dari para pengguna goodreads. Herald datang pertama kali ke Indonesia pada 1990-an dan lama tinggal di Jakarta bersama istri, seorang perempuan dari Jawa Barat. Ia suka sejarah, akrab dengan bahasan tentang Majapahit yang telah menjadi topik penting dalam arustama sejarah Indonesia pada pelajaran di sekolah juga obrolan masyarakat sehari-hari. Majapahit pernah menjadi kuasa besar dan berpengaruh di Kepulauan Nusantara pada 1300-an hingga 1400-an Masehi. Namun, dari pengalamannya sejak awal 2000-an yang bekerja dan tinggal di Johannesburg, Taipei, dan Hongkong, ayah seorang putra ini mendapati bahwa eksistensi Majapahit masih kurang dikenal oleh khalayak di luar Indonesia. “Malah rekan kerja saya di Hongkong ada yang mengira Majapahit itu sejenis kue,” ucap Herald pada Kamis, 17 April 2025, di Pelataran Tawang Turgo Museum Ullen Sentalu, dalam acara Ullen Sinau Jumpa Pakar: “Menghidupkan Kembali” Singhasari dan Majapahit, dihadiri sekitar 70 orang. Bagi Herald, momen Majapahit dikelirukan sebagai kue menjadi semacam panggilan jiwa yang memantiknya untuk menulis satu buku. Ia ingin berkontribusi menyebarluaskan pengetahuan tentang Majapahit, khususnya pembaca internasional. Secara pribadi, Herald menginginkan buku tulisannya harus renyah tak membosankan untuk dibaca. Dalam obrolan dengan sang istri, Herald menangkap kesan bahwa buku sejarah maupun pembelajaran sejarah di banyak sekolah cenderung membosankan, berupa pemaparan fakta nan kaku karena kurang kreatif. Padahal, menurut Herald, buku sejarah akan lebih diingat jika dinarasikan nyaris seperti orang menikmati lagu. Herald berpandangan penulisan sejarah populer secara naratif bisa mengadopsi gaya cerita gosip, tren, dan sebagainya. Pola kepenulisan inilah yang kemudian diterapkan Herald dalam menulis buku Majapahit, yang sekitar setahun terakhir laris di kalangan pembaca berbahasa Inggris. Salah satu penerbit besar Indonesia kini sedang memersiapkan penerbitan edisi berbahasa Indonesia. Selama hampir dua jam dalam Ullen Sinau Jumpa Pakar, Herald membagikan serangkaian tips penulisan kreatif untuk menghasilkan buku sejarah naratif populer nan renyah seperti buku Majapahit. Dalam rangkuman dan telaah oleh Tim Riset dan Acara Museum Ullen Sentalu, paparan Herald terbagi menjadi delapan kiat utama: 1. Tidak Terburu-buru, juga Tidak Serampangan. Herald paham topik Majapahit yang ingin dinarasikannya secara renyah merupakan bagian tema sejarah yang tetap menuntut akurasi data. Untuk dapat mensinkronkan narasi renyah dan akurasi data, Herald sedari awal sadar penulisan buku tentang Majapahit yang dikerjakannya wajar memakan waktu lama. JIka tidak ingin menanggung malu, ia memang tak bisa buru-buru maupun bertindak serampangan. Herald menghabiskan sekitar tiga tahun untuk penulisan buku Majapahit. Setahun pertama, ia fokus dengan banyak membaca dan mengumpulkan referensi. Setahun kedua dengan penulisan teknis. Setahun ketiga untuk evaluasi, termasuk melengkapi maupun memerbaiki isi berbagai bab hasil kerja tahun kedua. 2. Membaca Banyak Tulisan tentang dan dari Zaman yang Dibahas Herald serius membaca maksimal berbagai buku, arsip, dan bacaan lain tentang Majapahit sebagai suatu kerajaan kuno yang eksis di Nusantara 700-500 tahun silam. Laku demikian untuk menambang data aneka kepingan fakta dan peristiwa yang ada di zaman tersebut juga untuk membaui geliat kehidupan ratusan tahun silam. Beberapa bacaan berupa kakawin dan kidung, hasil karya Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Jawa lainnya semasa seperti Nagarakretagama, Pararaton, Kakawin Bhomantaka, serta Kakawin Sutasoma. 3. Rajin Studi Lapangan Supaya Lebih Memiliki Kepekaan terhadap Lingkungan Dalam Nagarakretagama karya Prapanca, ia tak hanya menulis tata ritual perhelatan pada peristiwa seremoni, tapi justru menulis keramaian dan kerumunan orang sekitar pada kemeriahan acara. Tersisip pula berbagai hal manusiawi hingga humor tentang orang ataupun hewan. Cara Prapanca mendokumentasikan momen tersebut, diadaptasi Herald. Ia merasa perlu juga untuk banyak melakukan studi lapangan ke berbagai lokasi bersejarah dan situs candi lain yang termasuk dalam pembahasannya. Bagi Herald, menulis tidak hanya membaca sumber tekstual, tetapi juga penting untuk memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Hasil pengamatan selama kunjungan lapangan, berupa pemandangan, bebunyian, bebauan, hingga cuaca, menurut Herald dapat dimanfaatkan untuk memperkaya penuturan dan penggambaran. Contoh dalam hal menceritakan upacara di candi, maka turut diulas pula waktu dimulai upacara, gambaran hidangan yang disajikan, dan sebagainya. 4. Fokus Bercerita Melalui Pendalaman terhadap Sejumlah Tokoh Dalam Majapahit-nya Herald, terdapat berbagai peristiwa historis dikisahkan bergulir dari sudut pandang pribadi suatu tokoh atau serangkaian adegan yang berfokus kepada berbagai aksi tertentu para tokoh tersebut:
[Penulis: Yosef Kelik (Tim Riset Museum Ullen Sentalu)]
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
July 2025
Categories |