Ullen Sinau: Cerita dari Halaman, Membaca Surat Kartini bukanlah suatu acara diskusi buku yang lazimnya mengandalkan narasumber pembedah tertentu. Acara ini justru dirancang dan digelar sebagai lingkaran kegiatan membaca bersama. Jadi, kata kata “Membaca” dalam judul acara bukanlah diksi formalistas tanpa makna.
Lalu, apa tepatnya yang dibaca dan dengan kata lain dipelajari dalam Ullen Sinau: Cerita dari Halaman, Membaca Surat Kartini? Sesuai tema acara yang berkaitan dengan peringatan Hari Kartini, yang merupakan hari nasional yang mencerminkan visi perihal emansipasi perempuan, bacaan yang digunakan adalah buku-buku dan terbitan lain mengupas ketokohan Kartini, terutama adalah buku kumpulan surat-suratnya. Museum Ullen Sentalu meminta setiap peserta untuk membawa sendiri bacaan yang mereka rekomendasikan tentang Kartini. Masing-masing peserta juga diminta menandai isi tulisan dari buku yang mereka anggap berkesan. Lalu, mereka pun diminta membacakan isi bagian tadi di depan para peserta lain. Hal demikian merupakan wujud dari berbagi pengetahuan. Ada 11 peserta yang turut berpartisipasi dalam acara lingkaran membaca buku bersama sekaligus diskusi. Namun, jumlah sedikit tak berarti acara tak seru. Peserta acara dibagi menjadi dua kelompok dengan tempat duduk melingkar. Masing-masing peserta membaca bergiliran hingga 3-4 putaran dari bacaan yang mereka bawa, maupun dari bacaan yang disediakan museum. Melihat bacaan yang dibawa peserta Ullen Sinau: Cerita dari Halaman, Membaca Surat Kartini, ternyata Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer cukup populer bagi generasi muda kini Popularitas Pram selaku sastrawan besar penulis novel-novel hebat mulai dari Tetralogi Bumi Manusia, Arok-Dedes, serta Arus Balik agaknya yangmenjadi daya tarik geberasi kini. Bacaan lain yang membantu pengenalan ketokohan Kartini adalah edisi khusus Majalah TEMPO pada akhir April 2013 bertitel Gelap Terang Hidup Kartini. Sejak Juni 2013, majalah TEMPO edisi khusus tadi telah beberapa kali diterbitkan versi bukunya. Museum menyediakan dua eksemplar buku Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Buku ini merupakan versi terjemahan dan suntingan oleh Sulastin Sutrisno pada akhir 1970-an atas Door Duisternis Tot Licht. Dua eksemplar tersebut merupakan cetakan perdana 1979 dan cetakan kelima 1985. Di samping itu, Museum Ullen Sentalu menyediakan juga vers terbaru dari buku kumpulan surat-surat Kartini. Buku Kartini: Surat-Surat Lengkap dan Berbagai Catatan 1898-1904 adalah karya terjemahan dan suntingan Joost Cote. Versi berbahasa Indonesia ini terbit pada 2022 dan merupakan terjemahan dari versi berbahasa Inggris yang terbit 2014, yaitu Kartini: The Complete Writings 1898-1904. Dari membaca langsung surat-surat Kartini maupun bacaan pengulas lainnya, para peserta Ullen Sinau: Membaca Surat Kartini dapat menemukan sejumlah hal menarik. Mulai dari cerita tentang sangat terbukanya keluarga Kartini terhadap pengaruh pendidikan moderen Barat sedari zaman kakeknya, cerita Kartini tentang para pamong praja Bumiputra yang tak digaji sebesar kolega Belanda mereka, kesombongan banyak pejabat Belanda yang tak mau bicara bahasa Belanda dengan kolega Bumiputra mereka, dan tentu saja berbagai kritik Kartini terhadap sejumlah hal dalam budaya Jawa yang dianggapnya kolot dan menghambat kemajuan mereka. (YOSEF KELIK-Periset di Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
January 2025
Categories |