ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Kebijakan Ekonomi Mangkunegara VI Tak Hanya Potong Gaji

21/3/2025

0 Comments

 
Sebagai bagian upaya membereskan utang Mangkunegaran sebesar 2 juta Gulden, Mangkunegara VI tak hanya menerapkan jurus hidup hemat dengan pemotongan pepanci, gaji kerabat dan para narapraja. Sang Pangeran Adipati Mangkunegaran 1896 – 1916 melanjutkan kebijakan efisiensi ke berbagai hal lain. 
Picture
Merujuk penjelasan dari tiga pihak sekaligus, yakni Wasino dalam Modernisasi di Jantung Budaya Jawa, Krisnina dalam 250 Tahun Pura Mangkunegaran, serta Hersapandi dalam Wayang Wong Sriwedari, Mangkunegara VI menghilangkan maupun mengurangi kemeriahan berbagai acara di istana, baik frekuensi maupun durasi.

Wayang Wong dan Wayang Kulit
Contoh pertunjukkan yang dikorbankan adalah pementasan wayang wong atau wayang orang. Pangeran Adipati meniadakan hiburan kesukaan mendiang Mangkunegara V. Menurut Hersapandi dalam Wayang Wong halaman 30-31, Mangkunegara VI membebaskan para seniman wayang wong yang mengabdi di Istana Mangkunegaran untuk mencari penghidupan di luar istana. Mereka mengadakan pentas untuk khalayak umum dengan menarik uang tiket masuk .

Contoh hiburan yang disederhanakan adalah pertunjukan wayang kulit. Merujuk paparan Wasino pada halaman 126 Modernisasi di Jantung Jawa, dalam kebiasaan lama sebelum Mangkunegara VI menjabat, hampir setiap peringatan wiyosan dalem (hari lahir) pangeran adipati dimeriahkan dengan pentas wayang kulit semalam suntuk. Mangkunegara VI menyederhanakan kebiasaan pentas wayang kulit di Mangkunegaran menjadi perhelatan 4 jam pada pukul 20.00 hingga 24.00.  Pentas wayang yang dipersingkat,  menghemat biaya keuangan istana juga memaksimalkan para pegawai Mangkunegaran tetap dapat bekerja esok hari tanpa terlalu mengantuk.

Perampingan Legiun
Kembali merujuk tulisan oleh Wasino maupun oleh Krisnina, Mangkunegara VI juga melakukan perampingan terhadap Legiun Mangkunegaran. Satuan kavaleri Legiun Mangkunegaran diciutkan menjadi setengah, yakni menyisakan 40 prajurit, 2 perwira, serta 1 kapten. Kekuatan infanteri dari 6 kompi yang masing-masing berisi 102 prajurit dirombak menjadi 4 kompi dengan masing-masing berisi 174 prajurit. Beberapa unit prajurit beranggotakan 100 orang dihapus yaitu prajurit Margayuda atau penjaga gardu,  Sura Menggala, serta Brahmantaka. Berbagai kebijakan penghapusan, penyederhanaan, serta perombakan tersebut telah menghemat pengeluaran  Mangkunegaran .

Namun, berbarengan dengan perampingan Legiun Mangkunegaran, Sang Adipati justru memerbesar keanggotaan Polisi Reksa Praja. Ia memandang institusi kepolisian dan penugasannya lebih relevan dan dibutuhkan bagi Kadipaten sejak dirinya aktif berbisnis. Mangkunegara VI realistis bahwa untuk urusan pertahanan Mangkunegaran berada di bawah payung perlindungan pihak Belanda. Kadipaten tak lagi mendapat ancaman serius dari para tetangganya, Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta. Sejak  berakhirnya Perang Jawa 1830, kedua tetangga tersebut tinggal punya kesatuan prajurit berkemampuan dan perlengkapan sebatas untuk kepentingan seremonial. Mangkunegaran yang terlalu memaksakan memelihara Legiun Mangkunegaran akhirnya merugi. Legiun tersebut kemudian menjadi kekuatan cadangan KNIL yang menguntungkan pihak Belanda.
 
Melunasi Utang dan Kembali Kaya
Merujuk tulisan oleh Wasino maupun oleh Krisnina, guna mengurangi besaran beban utang secara signifikan, Mangkunegara VI memutuskan melepas satu dari lahan di Semarang yang digadaikan oleh Mangkunegara V. Tanah tambak di Terboyo adalah yang dijual. Uang hasil penjualannya lalu digunakan untuk menebus tanah di Pindrikan yang berisikan banyak rumah sewa. Hal ini menunjukkan Mangkunegara VI melihat bisnis real estat sebagai hal berprospek menjanjikan.

Dua puluh tahun memimpin praja Mangkunegaran pada peralihan abad XIX ke awal abad XX, Mangkunegara VI membawa praja berubah signifikan. Utang kepada Pemerintah Kolonial Belanda bisa dilunasi. Kas kadipaten mampu diisi hingga 6 juta Gulden. Praja Mangkunegaran pun memiliki kekayaan dalam berbagai bentuk surat berharga (efek, obligasi, dan saham) senilai 10 juta Gulden.

Terobosan Maju Lainnya
Mangkunegara VI juga melakukan terobosan luar biasa pada era pemerintahannya. Ia melakukan pemisahan keuangan praja dengan keuangan Mangkunegara secara pribadi. Hal yang belum dilakukan oleh ayahnya, Mangkunegara IV, sang pelopor Mangkunegaran dalam bisnis modern. Mangkunegaran juga membentuk Dana Milik Praja, sebagai perusahaan induk yang membawahkan berbagai lini bisnis Mangkunegaran.

Ketika perekonomian Praja Mangkunegaran membaik, Mangkunegara VI menaikkan kembali gaji para kerabat dan pegawai Mangkunegaran. Namun, berdasar keterangan Krisnina dalam 250 Tahun, Mangkunegara VI memotong gaji para kerabat dan pegawai hingga lebih dari sepertiga pada 1908. Potongan gaji dikumpulkan untuk membentuk studiefonds, sebuah lembaga pengelola beasiswa yang membantu para anak pegawai dan pejabat Mangkunegaran mengakses pendidikan modern.  Studiefonds bentukan Mangkunegara VI pada 1912 mirip dengan LPDP Indonesia Abad XXI.

Menurut Wasino maupun Krisnina dalam buku mereka, Mangkunegara VI berinisiatif menyederhanakan banyak protokoler di Praja Mangkunegaran, diantaranya tata krama relasi antar strata. Berbagai  penyederhanaan protokoler dan tata krama model Mangkunegara VI terasa radikal dan mengejutkan untuk ukuran zamannya.
Mangkunegara VI memerintahkan para lelaki di Praja Mangkunegaran memotong rambut jadi pendek. Padahal tradisi berabad-abad hingga era tersebut bahwa lelaki Jawa memelihara rambut panjang yang pada suasana semiformal serta formal akan digelung, atau dikunci memakai sisir khusus menyerupai bando, atau membalutnya dalam lilitan kain destar.  
  
Mangkunegara VI memprakarsai interaksi yang lebih egaliter dalam lingkungan kerja maupun pergaulan sehari-hari di istana Mangkunegaran serta seluruh wilayah praja. Ia tidak memperbolehkan lagi pihak berstrata lebih rendah duduk bersila di bawah ataupun berjalan secara berjongkok ketika berinteraksi dengan pihak berstrata lebih tinggi. Mangkunegara VI pun menerapkan aturan tersebut dalam interaksi antara dirinya dengan para narapraja Mangkunegaran, juga kawula Mangkunegaran lainnya. Kebijakan  penyediaan banyak kursi di pendopo ageng, pringgitan, serta ndalem agem istana Mangkunegaran merupakan gebrakannya. Semua pihak yang menghadap sang adipati duduk di kursi. Ia pun melarang para narapraja Mangkunegaran duduk bersila di bawah ketika menghadap pembesar Belanda Mangkunegara VI menghapuskan kewajiban untuk membuka topi dan laku ndodok atau berjalan dengan berjongkok kepada para narapraja dan rakyat yang bertemu dengannya di jalan.
​
Penyederhanaan tata krama juga menyentuh tata cara dan jumlah sembah kepada Pangeran Adipati. Mangkunegara VI memutuskan bahwa seseorang yang menghadapnya cukup memberikan tiga sembah pada saat datang menghadap, ketika membuka pembicaraan atau laporan, terakhir ketika menutup pembicaraan sebelum pergi. Sebelum masa pemerintahnnya, seorang bawahan diwajibkan memberikan sembah kepada Pangeran Adipati maupun atasan lainnya dalam setiap awal dan akhir kalimat yang diucapkannya. Demikian pula dalam setiap pembicaran dan pelaporan, mereka melakukan sembah hingga puluhan kali.
Penulis: Yosef Kelik (Tim Riset Museum Ullen Sentalu)
 
REFERENSI
  • Hersapandi (1999). Wayang Wong Sriwedari: Dari Seni Istana Menjadi Seni Komersial. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia
  • Ricklefs, MC (2008). Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008. Jakarta: Serambi
  • Singgih, Roswitha Pamoentjak (1990). Partini: Recollections of a Mangkunagaran Princess. Jakarta: Djambatan
  • Tanjung, Krisnina Maharani A (2007). 250 tahun Pura Mangkunegar. Jakarta: Yayasan Warna Warni Indonesia
  • Wasino (2014). Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896 - 1944. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    October 2025
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. [email protected], [email protected]
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak