Karena keunikan dan tentunya kisah luhurnya, Museum Ullen Sentalu di Kaliurang, Yogyakarta menghadirkan replika dari lima relief Sudhamala Candi Sukuh. Ini adalah bentuk apresiasi dan publikasi warisan luhur nenek moyang bangsa.
Dari segi konten, berdasar pada isi buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno dan Selayang Pandang (1985) karya PJ Zoetmulder dan Wayang : Asal Usul, Filsafat, & Masa Depannya (1982) karya Sri Mulyono, cerita Sudhamala di Candi Sukuh bertokoh utama Sadewa. Ia adalah salah satu di antara klan Pandhawa dalam kisah Mahabharata. Ia memiliki saudara kembar bernama Nakula dan mereka lahir dari pasangan Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Sebagai salah satu klan Pandhawa, Sadewa dikenal sebagai ksatria yang jujur, rajin, dan bijaksana. Karakter tersebut hadir dalam kisah cerita Sudhamala pada relief Candi Sukuh. Cerita Sudhamala di Candi Sukuh diawali dengan adegan Sadewa yang diikat di sebuah pohon di Setra Gandamayu, negeri berbau bangkai yang menjadi kekuasaan Dewi Durga. Di depan Sadewa tampak Dewi Durga dalam wujud raksasa yang membawa parang dan hendak membunuh Sadewa. Adegan kemudian berlanjut ketika Bathara Guru merasuki diri Sadewa dan me-ruwat atau mengusir roh-roh jahat dalam diri Dewi Durga. Dengan memusatkan tenaga batinnya, Sadewa mengucapkan mantra-mantra, menebarkan bunga dan memercikan air suci. Setelah disucikan, Dewi Durga kembali menjelma dalam sosok sejatinya yaitu Dewi Uma yang cantik jelita. Berkat jasanya, Sadewa mendapat anugerah nama dari Dewi Uma, yaitu “Sudhamala” yang artinya "yang membersihkan segala dosa dan kejahatan". Cerita berlanjut ketika Dewi Uma menganjurkan Sadewa alias Sudhamala mendatangi Pertapaan Prangalas yang dipimpin oleh Begawan Tambapetra. Di tempat ini, upacara suci kembali dilakukan oleh Sadewa untuk mengobati Begawan Tambapetra yang menderita kebutaan. Melalui upacara suci tersebut, Begawan Tambapetra mendapat penglihatannya kembali. Sebagai ungkapan terima kasih, Begawan Tambapetra menikahkan Sadewa dengan kedua putrinya, Padapa dan Soka. Sadewa pun memutuskan hanya memperistri Padapa. Oleh Sadewa, Soka dipasrahkan sebagai istri bagi saudara kembarnya, Nakula, yang pada saat itu memang menyusulnya ke Pertapaan Prangalas. Tak lama dari pernikahan tersebut, ksatria kembar Nakula dan Sadewa harus pergi meninggalkan Pertapaan Prangalas. Mereka harus membantu para Pandhawa lainnya dalam perang melawan pasukan angkara murka yang dipimpin oleh raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Sadewa, dengan gelar barunya Sudhamala berhasil mengalahkan raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Kedua raksasa jahat itu awalnya merupakan makhluk surgawi bernama Citrasena dan Citranggada, yang dikutuk akibat sikapnya yang tidak hormat pada dewa. Keduanya akhirnya berhasil dibunuh Sadewa. Dengan demikian, mereka terbebas dari kutukan dan kembali dalam wujud aslinya. Cerita Sudhamala di atas dapat menjadi refleksi bagi kita untuk senantiasa 'meruwat' jiwa kita. Proses ruwat atau dikenal dengan istilah ruwatan tidak perlu dilakukan sebagaimana cerita Sudhamala. Di era sekarang, proses ini dapat dilakukan dengan cara melawan segala hawa nafsu serta niatan buruk yang dapat merusak kualitas hidup. Referensi Darmosoetopo,Riboet dkk.2016 Peninggalan Arkeologi di Lereng Barat Gunung Lawu. Klaten: Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah Mulyono, Sri. 1982. Wayang : Asal Usul, Filsafat & Masa Depannya. Jakarta: Gunung Agung. Poerbatjaraka,R.M.NG.1952.Kapustakan Djawi. Djakarta: Djambatan Zoetmulder, PJ. 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
October 2025
Categories |