Tulisan yang dibaca bersama bergiliran paragraf demi paragraf adalah “Sekiranya Saya Seorang Belanda”, terjemahan berbahasa Indonesia dari “Als Ik Eens Nederlander Was” yang terbit sebagai artikel dalam koran De Express, 19 Juli 1913. Ditulis oleh Soewardi Soerjaningrat, cucu dari Paku Alam III, yang pernah mengenyam pendidikan dokter di STOVIA, meski tidak tamat. Ia kemudian berganti nama Ki Hadjar Dewantara, pendiri Perguruan Taman Siswa.
“Als Ik Eens Nederlander Was” atau “Sekiranya Aku Seorang Belanda” adalah tulisan keras bernuansa satiris hingga sarkastis, mengkritik antusiasme masyarakat Belanda di Negeri Jajahan Hindia untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penjajahan Prancis. Para pejabat dan masyarakat Belanda di nusantara bahkan harus melibatkan para Bumiputra untuk mengumpulkan sumbangan dari Bumiputra dalam merayakan perayaan tersebut. Menurut Soewardi, tindakan tersebut sangat tidak tahu malu dari pihak Belanda dan justru menebarkan bibit-bibit kesadaran bagi para Bumiputra untuk mencari jalan merdeka dari pemerintah Belanda. Kegiatan membaca bersama terjemahan bahasa Indonesia “Als Ik Eens Nederlander Was” merupakan bagian acara Ullen Sinau, Cerita Halaman: Memungkasi Mei dengan Membaca. Hampir semua peserta mengakui momen tersebut adalah pengalaman perdana mereka membaca “Als Ik Eens Nederlander Was”. Contohnya adalah testimoni Sani Akbar dan Ramaditya Astaloka, mahasiswa Arkeologi UGM angkatan 2020. “Akhirnya mengetahui isi artikelnya setelah selama ini hanya mengetahui judulnya saja. Isi ceritanya menarik. Beberapa bagiannya memang terasa sarkastik,” kata Akbar. “Menarik, cukup sensitif. Perspektifnya cukup menggelitik. Saya paling tertarik ketika ada statement ‘merayakan kemerdekaan di negeri jajahan’,” ujar Rama. Hari itu, peserta diperbolehkan membawa bacaan terekomendasi menurut mereka sendiri yang bertema pergerakan kebangsaan Indonesia maupun yang bertema pendidikan. Abdul Afwu Godly Prayitno atau Afwu dan Rakhmi Dwi atau Ami, contohnya. Afwu membawa buku Tech Like Finland dan mempresentasikan isi buku yang mengulas kesuksesan negara Finlandia menghasilkan sistem persekolahan yang diakui sebagai salah satu yang terbaik di Dunia. Ami mempresentasikan buku berjudul Guru, suatu bungai rampai dari tulisan-tulisan yang mengisahkan kombinasi kiprah beberapa anak bangsa meraih pendidikan sekaligus kiprah mereka dalam pergerakan kebangsaan Indonesia pada awal abad keduapuluh. Salah satu bab dari buku Guru menceritakan kiprah pasangan suami istri EFE Douwes Dekker dan Johanna Petronella Mossel yang keduanya berdarah Eropa, tapi mereka pada masa Kolonial Belanda justru mendirikan dan mengelola sekolah Ksatrian Instituut di Bandung yang memiliki visi-misi untuk menyebarkan kesadaran nasionalisme tentang Indonesia. (Yosef Kelik/Staf Riset Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
January 2025
Categories |