ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Penampilan Sultan Agung Menurut Laporan Para Duta VOC

12/12/2025

0 Comments

 
Tidak benar-benar ada lukisan atau sketsa merekam dan memvisualisasikan wajah dan sosok Sultan Agung dihasilkan pada masa hidup raja terbesar Mataram Islam abad 17 ini. Aneka lukisan tentang Sultan Agung yang beredar hingga kini hanyalah buah karya seniman yang dihasilkan ratusan tahun setelah kematian sang raja. 
Picture
Tentang wajah dan sosok penguasa Mataram Islam bertahta 1613-1646 ini, tidak ada dokumentasi faktual dalam wujud gambar. Berbeda dengan keturunannnya, Pangeran Diponegoro, yang wajah dan bagian atas badannya terekam melalui sketsa arang karya pelukis AJ Bik, kala Diponegoro menjalani penahanan di Batavia, di bangunan yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta.    

Di balik ketiadaan dokumentasi visual tentang Sultan Agung, figur cucu pendiri Mataram Islam yaitu Panembahan Senopati masih memiliki rekaman secara tekstual. Sultan Agung selama bertakhta beberapa kali menerima perutusan pihak VOC. Mereka  membuat laporan sangat detail, yang didalamnya termasuk mencatat berbagai ciri fisik, tingkah  laku, juga penampilan sang raja. Beberapa dari laporan ada dalam tulisan HJ de Graaaf, De Regering van Sultan Agung, Vorst van Mataran, 1613-1645m, 1613-1645, en Die van Zijn Voorganger Panembahan Seda-ing Krapjak, 1601-1613. Kemudian terbit edisi terjemahan bahasa Indonesia, Puncak Kekuasam Mataram : Politik Ekspansi Sultan Agung, Pustaka Grafitipers (Cetakan I, 1986). Nah, laporan para duta VOC tentang figur Sultan Agung ada pada halaman 102-106.

Salah satu laporan utusan VOC paling awal berasal dari 1614, setahun setelah Sultan Agung naik takhta. Para duta adalah Caspar van Surck dan Balthasar van Eyndhoven. Mereka menyebut Sultan Agung adalah seorang kaisar yang memerintah negaranya yang luas secara keras. Ia dibantu suatu dewan penasehat. Van Surck dan Van Eyndhoven banyak menggunakan kata bernuansa hiperbolis dalam menggambarkan impresi sang raja berupa wajah kejam. Menurut taksiran mereka, usianya sekitar 23 tahun pada kunjungan mereka tahun 1614, yang artinya sang kaisar Jawa lahir sekitar 1591.

Pada 1622, H de Haen menjadi utusan VOC ke istana Kota Gede. Ia menyebut maharaja Mataram bergelar Pangeran Ingalaga. Ia memakai gelar Susuhunan setelah berhasil menaklukan Surabaya pada 1625. Gelar sultan baru dipakainya sekitar 1641. Laporan De Haen diantaranya berisi deskripsi bahwa sang raja berusia 20-30 tahun. Ia merupakan seorang yang berada pada puncak kehidupannya. Sosok fisiknya bagus, kulitnya sedikit lebih gelap dibanding umumnya orang Jawa. De Haen menggambarkan wajah raja bulat, hidung berukuran kecil, tapi tidak pesek dan mulut berbentuk datar dan agak lebar. Bila berbicara cenderung lamban dengan bahasa kasar. Ekspresi muka tenang, tapi pandangan matanya ketika diedarkan ke sekeliling terasa seperti tatapan singa. De Haen menilai wajah raja memancarkan kesan cerdas.

Menurut hasil pengamatannya, De Haen menyebut sang raja berpakaian hampir sama dengan umumnya orang Jawa. Badannya berbalut kain batik bercorak putih-biru, bersabuk pinggang emas untuk menyelipkan sebuah keris di badan depan. Ia memakai kopiah berbahan kain linen, disebut kuluk. Ia memakai cincin bermata intan berlian gemerlapan di jari-jarinya. De Haen tidak menyebut perihal baju atas ataupun alas kaki.
​
Bahwa Sultan Agung dalam berbagai momen resmi, termasuk saat menerima para duta, lazim memakai kuluk, terutama berwarna putih, kembali dilaporkan oleh Jan Vos, utusan VOC yang menghadap pada 1624. Kata Vos, bersama kuluk putih di kepala, raja membalut badannya memakai serasse gobar atau serasah kebar, yaitu sehelai kain batik ataupun tenun panjang dengan ornament hias mosaik dari Koromandel, India.  Merujuk  riset GP Rouffaer yang pada awal 1900-an mendokumentasikan ribuan motif batik di Jawa,  bahwa kain serasah asal Koromandel adalah kain berukuran  panjang 5,10 meter dan memiliki lebar 64 cm. Pelengkap busana raja adalah keris sederhana disisipkan di bagian belakang badan. Jemari Sultan meriah dengan cincin bermata empat atau lima butir intan. Selembar baju beludru hitam berhias pola aneka daun dan bentuk bunga keemas an (mungkin bordir benang emas) membungkus badan atas raja. Ia berterompah kayu dari jenis yang digemari para Muslim saleh. Selama audiensi, raja merokok memakai pipa berlapis perak namun dilarang keras bagi para pembesarnya. [Yosef Kelik (Tim Riset Museum Ullen Sentalu)]
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    December 2025
    November 2025
    October 2025
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. [email protected], [email protected]
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak