Soal panjang Saluran Mataram, Rahma, Arief, dan Zidan, masing-masing memiliki tebakan yang berbeda. Rahma menebak panjangnya 40-an kilometer, Arief menebak panjangnya 12 kilometer, sedangkan Zidan menjawab selokan tersebut memiliki panjang 30-an kilometer.
Selokan Mataram sendiri adalah sistem saluran air yang membelah wilayah Yogyakarta dari Sungai Progo di barat hingga Sungai Opak di timur. Selokan ini mengular hampir 31 kilometer, atau tepatnya 30,8 kilometer. Ada enam kecamatan atau kapanewon di Kabupaten Sleman yang dilewati olehnya, yaitu Tempel, Seyegan, Mlati, Gamping, Depok, dan Kalasan. Selokan Mataram sebagai suatu sistem irigasi dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, terutama produksi padi. Pembangunan Selokan Mataram berlangsung dari tahun 1942 sampai tahun 1945. Selokan ini sekaligus menjadi semacam bukti nyata kecerdikan Sultan Hamengkubuwana IX ketika masa penjajahan Jepang. Untuk membiayai pembangunan Selokan Mataram, Sultan berhasil membuat Pemerintah Pendudukan Jepang bersedia mengeluarkan dana sebesar sekitar sejuta Gulden. Pada masa Pendudukan Jepang, Selokan Mataram tercatat menyandang versi nama bahasa Jepang, Gunsei Yosuiro. Gunsei memiliki arti pemerintahan militer sedangkan Yosuiro memiliki arti waduk, kolam persediaan air atau air irigasi. Jadi Gunsei Yosuiro kurang lebih berarti “saluran air irigasi yang dibangun oleh Pemerintah Militer Jepang”. Pembangunan Selokan Mataram konon berkaitan dengan tindakan Sultan pada awal Pendudukan Jepang yang melaporkan kondisi pertanian dan peternakan Yogyakarta dalam data-data angka lebih kecil ketimbang kenyataannya. Berdasar data-data dalam laporannya itu, Sultan mengemukakan kepada pihak Jepang bahwa Yogyakarta membutuhkan sarana irigasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perternakan. Ternyata cara tadi berhasil meyakinkan Jepang untuk memberi bantuan membangun irigasi yang sekarang dikenal dengan Selokan Mataram. Proyek pembangunan tersebut sekaligus memungkinkan Sultan menghindarkan terlalu banyak rakyatnya direkrut pihak Jepang sebagai pekerja romusha di luar Yogyakarta atau malah di luar Jawa. Karena besarnya tenaga kerja dari antara rakyat Yogyakarta yang dikerahkan dalam pembangunan Selokan Mataram, maka Jepang memang jadi lebih sedikit merekrut romusha di Yogyakarta. Narasi yang selama ini berkembang terkait alasan pembangunan Selokan Mataram, yakni kecerdikan Sultan Hamengku Buwono IX mengelabui Jepang, dinilai perlu ditinjau ulang secara lebih kritis dan mendalam. Selokan Mataram lebih tepat dikatakan sebagai salah satu bentuk mutualisme antara pihak Jepang dan Yogyakarta dalam konteks Perang Dunia II. Jepang memang memiliki kepentingan sendiri dalam pembangunan Selokan Mataram, yakni untuk meningkatkan produksi pertanian di Yogyakarta. Namun, Jepang juga dapat dikatakan tidak sepenuhnya dirugikan. Selokan Mataram memang bermanfaat bagi rakyat Yogyakarta, tetapi juga bermanfaat bagi rencana perang pihak Jepang. Pembangunan Selokan Mataram pada 1942-1945 agaknya dilatarbelakangi pula oleh pandangan dari sekitar medio abad XX yang menempatkan sektor agrikultur, khusususnya budidaya tebu berikut pabrik gulanya, selaku faktor determinan penting atas modernisasi di sekitar Yogyakarta. Hal ini tentunya berkaitan dengan kurun 1860-an hingga 1930 ketika Yogyakarta pernah memiliki sampai dengan 19 pabrik gula yang dikelola para pebisnis Belanda. Namun, periode berjayanya industri gula ini lalu kena pukulan telak krisis Malaise (1930) dan disambung oleh Perang Dunia II (1939-1945) serta Pendudukan Jepang (1942-1945). Selokan Mataram rupanya bagian dari visi dan upaya para pengampu kebijakan Yogyakarta dalam menghidupkan kembali sektor agrikultur selaku tulang punggung ekonominya. Visi yang demikian masih ditunjukkan pada medio 1950-an via proyek pembangunan pabrik gula baru yang dinamai Madukismo, dengan tapak lahan pabrik maupun perkebunan tebu memanfaat lahan operasional tiga pabrik gula nonaktif dari era Kolonial Belanda. Kini, usia Selokan Mataram hasil pembangunan Sultan Hamengkubuwana IX telah hampir genap delapan dasawarsa. Selama ini, Selokan Mataram telah banyak berjasa menjadi irigasi pertanian di Yogyakarta. Selokan ini memiliki fungsi vital dalam mengairi sawah-sawah warga. Beberapa masyarakat juga memanfaatkan aliran air dari Selokan Mataram untuk budidaya ikan. Puluhan tahun berjalan, Selokan Mataram lantas pula menjadi saksi bisu akan perubahan zaman yang tak terhindarkan. Yogyakarta dari awalnya mengandalkan pertanian dan perkebunan lantas justru menjelma jadi Kota Pelajar dan salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Alhasil sepanjang Selokan Mataram kian pula menunjukkan gejala terurbanisasi. Lahan pertanian tak sepenuhnya lagi mendominasi, tapi jadi berbagi dengan keberadaan lahan-lahan atau bangunan-bangunan dengan peruntukan non kegiatan pertanian. Wujudnya berupa permukiman, pertokoan, kost, pusat perbelanjaan, objek wisata, hotel, rumah-rumah makan, dan tentu saja sekolah serta kampus. Sejumlah perguruan tinggi besar di Yogyakarta pun terbilang memiliki kompleks kampus yang bertetangga dekat dengan aliran Selokan Mataram. Contohnya adalah yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyarta (UNY), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN), dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). (Ariq Firjaun B/Mahasiswa Prodi Sejarah FIB UGM, Magang di Museum Ullen Sentalu September 2023)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
October 2025
Categories |