ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Riwayat Selokan Mataram Mendekati Delapan Dasawarsa

20/9/2023

0 Comments

 
“Untuk sekarang ya buat ngalirin air, tapi mungkin dulu buat perang.”
​
Demikianlah jawaban dari Rahma (19), salah seorang mahasiswi Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), tatkala ditanyai mengenai apa saja yang diketahuinya dari Selokan Mataram. Pertanyan-pertanyaan perihal pengetahuan juga saya ajukan kepada dua orang lagi, Arief (22) yang juga berstatus mahasiswa Sekolah Vokasi UGM, serta Zidan (23) yang merupakan mahasiwa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM. Arief dan Zidan pada dasarnya sama-sama berpendapat bahwa Selokan Mataram adalah saluran irigasi. Namun, Arief malah punya bayangan juga bahwa Selokan Mataram pernah menjadi prasarana angkut logistik hasil panen menggunakan perahu. Zidan berpendapat bahwa Selokan Maram pada Perang Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 pernah memiliki peran untuk menghalau pasukan Belanda. 
Picture
Soal panjang Saluran Mataram, Rahma, Arief, dan Zidan, masing-masing memiliki tebakan yang berbeda. Rahma menebak panjangnya 40-an kilometer, Arief menebak panjangnya 12 kilometer, sedangkan Zidan menjawab selokan tersebut memiliki panjang 30-an kilometer. 

Selokan Mataram sendiri adalah sistem saluran air yang membelah wilayah Yogyakarta dari Sungai Progo di barat hingga Sungai Opak di timur. Selokan ini mengular hampir 31 kilometer, atau tepatnya 30,8 kilometer. Ada enam kecamatan atau kapanewon di Kabupaten Sleman yang dilewati olehnya, yaitu  Tempel, Seyegan, Mlati, Gamping, Depok, dan Kalasan. Selokan Mataram sebagai suatu sistem irigasi dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, terutama produksi padi.

Pembangunan Selokan Mataram berlangsung dari tahun 1942 sampai tahun 1945. Selokan ini sekaligus  menjadi semacam bukti nyata kecerdikan Sultan Hamengkubuwana IX ketika masa penjajahan Jepang. Untuk membiayai pembangunan Selokan Mataram, Sultan berhasil membuat Pemerintah Pendudukan Jepang bersedia mengeluarkan dana sebesar sekitar sejuta Gulden.  Pada masa Pendudukan Jepang, Selokan Mataram tercatat menyandang versi nama bahasa Jepang, Gunsei Yosuiro. Gunsei memiliki arti pemerintahan militer sedangkan Yosuiro memiliki arti waduk, kolam persediaan air atau air irigasi. Jadi  Gunsei Yosuiro kurang lebih berarti “saluran air irigasi yang dibangun oleh Pemerintah Militer Jepang”.

Pembangunan Selokan Mataram konon berkaitan dengan tindakan Sultan pada awal Pendudukan Jepang yang melaporkan kondisi pertanian dan peternakan Yogyakarta dalam data-data angka lebih kecil ketimbang kenyataannya. Berdasar data-data dalam laporannya itu, Sultan mengemukakan kepada pihak Jepang bahwa Yogyakarta membutuhkan sarana irigasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perternakan. Ternyata cara tadi berhasil meyakinkan Jepang untuk memberi bantuan membangun irigasi yang sekarang dikenal dengan Selokan Mataram. Proyek pembangunan tersebut sekaligus memungkinkan Sultan menghindarkan terlalu banyak rakyatnya direkrut pihak Jepang sebagai pekerja romusha di luar Yogyakarta atau malah di luar Jawa.  Karena besarnya tenaga kerja dari antara rakyat Yogyakarta yang dikerahkan dalam pembangunan Selokan Mataram, maka Jepang memang jadi lebih sedikit merekrut romusha di Yogyakarta.

Narasi yang selama ini berkembang terkait alasan pembangunan Selokan Mataram, yakni kecerdikan Sultan Hamengku Buwono IX mengelabui Jepang, dinilai perlu ditinjau ulang secara lebih kritis dan mendalam. Selokan Mataram lebih tepat dikatakan sebagai salah satu bentuk mutualisme antara pihak Jepang dan Yogyakarta dalam konteks Perang Dunia II. Jepang memang memiliki kepentingan sendiri dalam pembangunan Selokan Mataram, yakni untuk meningkatkan produksi pertanian di Yogyakarta. Namun, Jepang juga dapat dikatakan tidak sepenuhnya dirugikan. Selokan Mataram memang bermanfaat bagi rakyat Yogyakarta, tetapi juga bermanfaat bagi rencana perang pihak Jepang.

Pembangunan Selokan Mataram pada 1942-1945 agaknya dilatarbelakangi pula oleh pandangan dari sekitar medio abad XX yang menempatkan sektor agrikultur, khusususnya budidaya tebu berikut pabrik gulanya, selaku faktor determinan penting atas modernisasi di sekitar Yogyakarta. Hal ini tentunya berkaitan dengan kurun 1860-an hingga 1930 ketika Yogyakarta pernah memiliki sampai dengan 19 pabrik gula yang dikelola para pebisnis Belanda. Namun, periode berjayanya industri gula ini lalu kena pukulan telak krisis Malaise (1930) dan disambung oleh Perang Dunia II (1939-1945) serta Pendudukan Jepang (1942-1945). Selokan Mataram rupanya bagian dari visi dan upaya para pengampu kebijakan Yogyakarta dalam menghidupkan kembali sektor agrikultur selaku tulang punggung ekonominya. Visi yang demikian masih ditunjukkan pada medio 1950-an via proyek pembangunan pabrik gula baru yang dinamai Madukismo, dengan tapak lahan pabrik maupun perkebunan tebu memanfaat lahan operasional tiga pabrik gula nonaktif dari era Kolonial Belanda.

Kini, usia Selokan Mataram hasil pembangunan Sultan Hamengkubuwana IX telah hampir genap delapan dasawarsa. Selama ini, Selokan Mataram telah banyak berjasa menjadi irigasi pertanian di Yogyakarta. Selokan ini memiliki fungsi vital dalam mengairi sawah-sawah warga. Beberapa masyarakat juga memanfaatkan aliran air dari Selokan Mataram untuk budidaya ikan.
​
Puluhan tahun berjalan, Selokan Mataram lantas pula menjadi saksi bisu akan perubahan zaman yang tak terhindarkan. Yogyakarta dari awalnya mengandalkan pertanian dan perkebunan lantas justru menjelma jadi Kota Pelajar dan salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Alhasil sepanjang Selokan Mataram kian pula menunjukkan gejala terurbanisasi.  Lahan pertanian tak sepenuhnya lagi mendominasi, tapi jadi berbagi dengan keberadaan lahan-lahan atau bangunan-bangunan dengan peruntukan non kegiatan pertanian. Wujudnya berupa permukiman, pertokoan, kost, pusat perbelanjaan, objek wisata, hotel, rumah-rumah makan,  dan tentu  saja sekolah serta kampus.  Sejumlah perguruan tinggi besar di Yogyakarta pun terbilang memiliki kompleks kampus yang bertetangga dekat dengan aliran Selokan Mataram. Contohnya adalah yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyarta (UNY), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN), dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).  (Ariq Firjaun B/Mahasiswa Prodi Sejarah FIB UGM, Magang di Museum Ullen Sentalu September 2023)
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    October 2025
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. [email protected], [email protected]
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak