Menurut Hermanu dalam Serimpi 1925 (2012), untuk mencapai level penari serimpi cukup sulit. Ia harus mempelajari tiga tari lain terlebih dulu yang berkaitan: Sari Tunggal, Sari Kembar, dan Sari Mawur. Ketiga tari tersebut mengajarkan konsep wiraga, wirasa, wirama, yaitu keseimbangan gerak, rasa, dan irama, sebagai inti dari tari Jawa. Kematangan konsep ini menempatkan tari serimpi dianggap sakral/suci dan semula hanya dipentaskan dalam acara ritual di keraton.
Serat Babat Nitik (1897) menyebut bahwa serimpi merupakan peringkasan dari bedhaya, tari berpenari sembilan orang. Serimpi diindikasi muncul pada pemerintahan Sultan Agung (1613-1646), raja Mataram. Namun pada tahun 1755, sebagai imbas perpecahan Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, gerakan tari serimpi pun dibedakan di kedua keraton tersebut. Hermanu (2012) mengatakan bahwa tari serimpi gaya Yogyakarta lebih memiliki banyak adegan pertarungan sebagai upaya memelihara jiwa kepahlawanan, sedangkan tari serimpi gaya Surakarta memiliki karakter lemah lembut sebagai simbol kebulatan hasil pendidikan. Penari serimpi di Keraton Yogyakarta dalam tradisi lama ditarikan oleh para putri, cucu, dan cicit perempuan dari kerabat Sultan. Sedangkan para putri Sultan wajib belajar, namun tidak turut pentas. Sedangkan para penari serimpi di Keraton Surakarta, mereka adalah anak atau cucu perempuan dari Sunan. Tari serimpi gaya Surakarta maupun Yogyakarta tetap memiliki persamaan. Dari segi komposisi penari, ditarikan empat orang gadis, melambangkan keblat papat atau empat arah mata angin utama, juga melambangkan empat unsur dalam kehidupan manusia; yakni api, udara, tanah, dan air. Dari segi cerita, banyak serimpi gaya Surakarta maupun Yogyakarta mengambil sumber cerita dari epos penyebaran Islam ‘Amir Hamzah’ dalam Serat Menak. Dari segi koreografi, setiap gerak tari serimpi baik gaya Surakarta maupun Yogyakarta memiliki makna. Contoh, sikap berdiri tegap para penari yang diikuti jari kiri tegak lurus, juga sikap mata tidak boleh mengerling ke kanan dan ke kiri. Sikap tersebut merupakan simbol bahwa orang harus tabah menghadapi hidup sulit. Jari kanan membentuk bunga atau memegang senjata (panah, keris, atau pistol), menunjukkan penari siap sedia menghadapi musuh. Unsur senjata pistol muncul pada era kolonial, sehingga tari serimpi pun sebagai bentuk kamuflase perlawanan terhadap penjajahan Suprihono (1994/1995) juga mengatakan bahwa ada beberapa persamaan nama tari serimpi di Surakarta dan Yogyakarta yang diduga berkaitan dengan akar cerita atau gendhing pengiring yang sama. Lima diantaranya adalah tari serimpi Dhempel, Gambirsawit, Ludiromadu, Muncar, dan Sangupati. Hal ini mungkin terjadi karena adanya pernikahan di antara putra/putri raja dan pangeran adipati. Sebagai contoh adalah tari Serimpi Gambirsawit di Kasunanan Surakarta yang kemudian terdapat di Kadipaten Pakualaman karena Sunan Pakubuwono X menjadikan tari ciptaannya sebagai hadiah untuk pernikahan putrinya, BRAj Retna Puwoso, dengan KGPAA Pakualam VII. Adapula tari Serimpi Anglirmendung di Kadipaten Mangkunegaran yang kemudian dipersembahkan Pangeran Adipati Mangkunegara III kepada mertuanya, Sunan Pakubuwana V. Kejadian sama di Yogyakarta, kala Pangeran Adipati Pakualam VII meminta putra/putrinya mempelajari tari di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, membuat tari Serimpi Merak Kesimpir ciptaan Sultan Hamengkubuwono VII masuk ke Kadipaten Pakualaman. Pada periode pasca kemerdekaan, tari serimpi gaya Surakarta maupun Yogyakarta mengalami perkembangan bentuk. Meski tetap mempertahankan gerak tarinya, Suprihono (1994/1995) menyebutkan ada 18 judul koreografi tari serimpi di Surakarta (14 dari Kasunanan Surakarta dan 4 dari Kadipaten Mangkunegaran) dan 39 judul koreografi tari serimpi di Yogyakarta (37 dari Kasultanan Yogyakarta dan 2 dari Kadipaten Pakualaman). Djoko Dwiyanto dalam Ensiklopedi Keraton Yogyakarta (2009) bahkan menambahkan 6 judul koreografi tari serimpi di Yogyakarta. Penulis: Restu A Rahayuningsih (Peneliti Museum Ullen Sentalu) Editor: Yosef Kelik
1 Comment
|
Archives
October 2025
Categories |