Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana IV tercatat adanya pemindahan lokasi permukiman para prajurit keraton dari Njeron Beteng ke Njaban Beteng (luar kompleks benteng). Kecuali bregada prajurit Langenastra dan Langenarja yang tetap menempati area sebelah timur Alun-alun Kidul, juga prajurit Jager yang telah sedari awal ditempatkan di luar benteng kraton, tepatnya sekitar 500 meter di sebelah utara Gedhong Panggung Krapyak, semua bregada selebihnya terkena penerapan kebijakan relokasi tadi. Relokasi permukiman bregada keluar dari Njeron Beteng ditujukan ke tiga arah: barat, selatan, dan timur.
Untuk sepanjang daerah di sebelah barat dari benteng kraton, berikut ini merupakan bregada-bregada yang direlokasi ke sana dengan penyebutan dimulai dari penempatan paling utara ke paling selatan: ● Wirabraja ● Ketanggung ● Patangpuluh ● Bugis ● Suranggama Untuk sepanjang daerah di sebelah selatan dari benteng kraton, berikut ini merupakan bregada-bregada yang direlokasi ke sana dengan penyebutan dimulai dari penempatan paling barat ke paling timur: ● Dhaeng ● Jagakarya ● Mantrijero ● Prawiratama Untuk sepanjang daerah di sebelah timur dari benteng kraton, berikut ini merupakan bregada-bregada yang direlokasi ke sana dengan penyebutan dimulai dari penempatan paling selatan ke paling utara: ● Nyutra ● Surakarsa Relokasi permukiman prajurit tersebut berikut keriuhan kerja orang-orang yang terlibat di dalamnya dicatat oleh pihak Kraton Yogyakarta dalam Serat Rerenggan Keraton, Sinom Pupuh XXIV. Catatan pihak kraton tersebut sekaligus menunjukkan bahwa berbarengan dengan kebijakan relokasi itu terjadi pula pengurangan kekuatan atas Bregada Mantrijero, Ketanggung, dan Nyutra. Seiring dengan rampungnya relokasi permukiman prajurit, lokasi penempatan masing-masing bregada lantas berkembang menjadi kampung-kampung dengan toponimi yang mengikuti nama bregada pemukimnya. Biasanya nama kampung-kampung tersebut berupa pengimbuhan akhiran ‘an’ atau ‘n’ pada nama bregada pemukimnya. Toponimi itu pun masih dipakai sampai saat ini. Jika satu kampung ke kampung lainnya coba ditarik semacam garis, maka hasilnya adalah suatu pola tapal kuda atau huruf U pada arah barat-selatan-utara dari sisi luar tembok benteng kraton. Ihwal penurunan status dan kemampuan prajurit Kraton Yogyakarta adalah bersumber dari perjanjian antara Sultan Hamengkubuwana III dan Letnan Gubernur Inggris untuk Jawa dan Sumatera, Thomas Stamford Raffles. Perjanjian itu sendiri ditandatangani pada 1 Agustus 1813. Isi perjanjian itu memaksa prajurit kraton tidak boleh lagi berada dalam format sebagai angkatan perang riil sebagaimana sebelumnya.Kesatuan prajurit diperlemah sedemikian rupa sampai tidak memungkinkan lagi melakukan gerakan militer. Prajurit kraton diharuskan sebatas berfungsi sebagai pengawal sultan dan penjaga kraton. Perjanjian yang memberatkan dan tak menguntungkan Kraton Yogyakarta ini dipaksakan pihak Kolonial Inggris sebagai dampak Peristiwa Geger Sepehi, 19-20 Juni 1812. (Yosef Kelik, Staf Riset Museum Ullen Sentalu) Referensi Yuwono Sri Suwito dkk.Prajurit Kraton Yogyakarta hal. 10. Sumintarsih dkk, Toponim Kota Yogyakarta (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Yogyakarta, 2007) hal 87-96
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
January 2025
Categories |